SETELAH sekian lama, pemerintah akhirnya membuka penawaran sukuk negara ritel SR001 pada 30 Januari hingga 20 Februari 2009 lalu. Penerbitan sukuk negara ritel tersebut untuk pertama kali di masa krisis keuangan global.

Saat itu, investor di pasar modal tengah terkena kerugian yang besar dengan penurunan harga saham maupun obligasi. Tidak sedikit yang rugi karena investasi di produk derivatif, baik yang dikelola perusahaan manager investasi maupun bank.

Mereka yang memegang dana tunai diuntungkan dengan penempatan dalam bentuk deposito di bank, karena Bank Indonesia (BI) pada semester II-2008 menaikkan BI rate untuk menekan inflasi dan perbankan menaikkan imbal hasil deposito serta tabungan untuk mengamankan likuiditasnya.

Investor pun cenderung memegang dana tunai, dengan menempatkannya pada bank-bank yang kredibel. Bank yang dimiliki pemerintah umumnya adalah bank yang dipilih oleh investor, meskipun pemerintah sudah menaikkan batas penjaminan dana masyarakat di setiap bank menjadi Rp 2 miliar.

Di tengah kondisi keuangan global yang belum menentu, investor mencari investasi yang aman dan menguntungkan. Dalam kondisi seperti ini, SR001 lalu ditawarkan pemerintah.

Sukuk negara ritel adalah instrumen investasi yang dikeluarkan pemerintah bagi masyarakat WNI perorangan, berupa unit penyertaan terhadap aset sukuk milik negara.

Pembayaran kupon secara bulanan dan pelunasan nominal pokoknya saat jatuh tempo sesuai UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Sukuk berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari kata ”sak”, yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Dalam UU Nomor 19 tahun 2008, sukuk negara disebut sebagai Surat Berharga Syariah Negara.

Dana hasil penerbitan sukuk negara ritel digunakan pemerintah untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Bagaimana kesesuaian syariah SR001?
SR001 memiliki underlying asset, yaitu hak manfaat atas barang milik negara (BMN) berupa tanah dan bangunan.

Adanya underlying asset menjadikan investasi ini mempunyai keterkaitan dengan aset riil, sehingga investor tidak terjebak pada investasi bodong yang menyebabkan terjadinya bubble economy dan krisis global. Underlying asset inilah yang menjadikan investasi ini menenteramkan.

Akad transaksi SR-001 adalah ijarah sales and lease back atas hak manfaat tanah dan bangunan milik negara, dalam hal ini milik Departemen Keuangan. Berdasarkan akad sewa, investor memperoleh besaran pembayaran kupon yang tetap setiap bulan hingga berakhirnya masa sewa.

Metode penerbitan dan akad transaksi ijarah sale and lease back dalam sukuk negara ritel telah mendapatkan fatwa dari Dewan Syariah Nasional, sehingga para investor muslim tidak perlu khawatir atas kesesuaian syariahnya.

Husnelly, CWM
Kepala Bagian Priority Banking & Wealth Management
Bank Syariah Mandiri
• VIVAnews